Logo WhatsApp
diposkan pada : 26-12-2024 15:51:43

ADANYA ALAM SEMESTA

Pemateri: Ust. Dr. Firanda Andirja
Tempat: Masjid Al-Wildan
**Rabu, 23 Jumadilakhirah 1446 H / 25 Desember 2024 M, 10.19


Pendapat tentang Adanya Alam Semesta

1. Pendapat Al-Falasifah (Filsuf)

a. Thabi’iyyun (Kaum Naturalistis)
  • Alam semesta azali (tidak bermula) tanpa pencipta.
  • Segala benda/materi ada dengan sendirinya melalui tabiat masing-masing.
b. Filosof Yunani
  1. Plato (أفلاطون):
    • Hidup abad ke-4 SM.
    • Mengajar di Akademiah, maka disebut Akademiah.
  2. Aristoteles (أرسطو):
    • Hidup abad ke-4 SM.
    • Disebut Al-Masysya'un karena mengajar sambil berjalan.
  3. Plotinus (أفلاطين):
    • Hidup abad ke-3 M di Mesir ketika dikuasai Yunani.
c. Teori Al-Faidhul Ilahi (Curahan Ketuhanan)
  • Tuhan tidak menciptakan dari ketiadaan.
  • Tuhan (illah) bersifat azali, begitu pula alam semesta (ma'lul).
  • Secara waktu (zaman): Tuhan dan akibat-Nya ada secara bersamaan.
  • Secara tingkatan (rutbah): Tuhan lebih tinggi dari ma’lul-Nya.
  • Proses penciptaan bukan atas kehendak Tuhan, tetapi sebagai konsekuensi kesempurnaan-Nya.

Pendukung Teori:

  • Ibnu Sina
  • Al-Farabi

Bantahan:

  • Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd membantah teori ini dengan dasar akal dan logika.

2. Pendapat Ahlus Sunnah

  • Dulu Allah ada tanpa makhluk, kemudian Allah menciptakan makhluk.
  • Allah telah menjadi Pencipta sejak azali.
  • Proses penciptaan menggunakan perintah Allah: "Kun Fayakun".

Konsep Tasalsul dalam Penciptaan:

  • Rangkaian kejadian (tasalsul) yang tidak ada ujungnya ke belakang.
  • Seperti angka, baik negatif maupun positif, tidak memiliki ujung.

Gambaran Logis:

  • Jenis kejadian (al-nau’) tidak memiliki awal.
  • Tetapi, setiap individu kejadian memiliki permulaan.

3. Pendapat Kaum Mutakallimin (Ilmu Kalam)

Kaum Mutakallimin menolak tasalsul (rangkaian tanpa ujung):

a. Mu’tazilah
  • Allah dulu tidak mampu mencipta, kemudian baru mampu mencipta.
  • Ini terkena syubhat filsuf (aqtirān al-fā‘il bi al-maf‘ul).
  • Kritik: Apa sebab yang mengubah kondisi Allah dari tidak mampu menjadi mampu mencipta?
b. Asya’irah
  • Proses penciptaan melibatkan Qudrah dan Iradah Allah.
  • Perbuatan Allah (fi’il) dianggap sebagai akibat yang baru.
  • Bantahan terhadap pandangan ini:
    • Al-Qur’an:
      • “Fa’aalun lima yuriid” (QS. Hud: 107)
      • “Yaf’alu ma yuriid” (QS. Al-Buruj: 16)
c. Maturidiyyah
  • Qudrah dan Iradah saja tidak cukup untuk mencipta.
  • Mereka menambahkan sifat At-Takwin (mengadakan) sebagai sifat azali/qadim.
  • Proses penciptaan:
    • Jika dari tidak ada menjadi ada disebut Takhliq (penciptaan).
    • Jika dari hidup menjadi mati disebut Imātah (mematikan).

Persamaan dengan Asya’irah:

  • Konsep ta’alluqat (hubungan sifat dengan makhluk).

Perbedaan:

  • Antara Asya’irah dan Maturidiyyah lebih banyak pada istilah (khilaf lafzhi), bukan makna substantif.
Pandangan tentang Makhluk:
  • Semua makhluk berasal dari bahan dasar yang sama, yaitu Jauhar Fard (atom indivisibel).

Home